Plt Kepala LPMP Kalsel, Dr. Zainal Fanani, M.Ed saat membuka bimtek LMS (01/06/2020)
Sebelum melaksanakan peringatan Hari Lahir Pancasila (01/06/2020), Kepala LPMP Kalimantan Selatan Dr. Zainal Fanani, M.Ed melalui konferensi video menyempatkan memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan secara resmi Bimtek Pemanfaatan Learning Management System (LMS) sebagai pembelajaran digital berbasis Google Classroom angkatan 4 tahap 2 yang dilaksanakan LPMP Kalimantan Selatan tanggal 01 s.d 05 Juni 2020.
Menarik ketika mencermati sambutan yang beliau sampaikan. Diantaranya terkait bagaimana implementasi konsep "Merdeka Belajar" yang digaungkan Mendikbud dalam proses pendidikan Indonesia ke depannya. Merdeka belajar yang tidak hanya dimiliki oleh siswa, akan tetapi juga oleh tenaga pendidik atau gurunya (merdeka berkembang).
Namun ada beberapa hal yang mencuri perhatian saya. Yakni terkait tingkatan/ level kompetensi guru, proses seleksi calon kepala sekolah dan juga instrument baru untuk akreditasi sekolah.
Tentang tingkatan/level guru. Beliau menyampaikan bahwa sebentar lagi kompetensi guru akan jadi peraturan menteri. ke empat level tersebut adalah :
- Guru level 1, yakni guru yang tidak memiliki kesalahan konsep di bidangnya (menguasai konsep).
- Guru level 2, yaitu guru yang menguasai konsep dan memiliki keterampilan menggunakan metode saintifik namun masih belum menyeluruh.
- Guru level 3, yaitu guru yang menguasai (tidak memiliki kesalahan) konsep dan menguasai seluruh metode saintifik.
- Guru level 4, yaitu guru yang memiliki keterampilan membimbing guru yang lain.
4 level kompetensi guru di atas, memiliki korelasi dengan proses seleksi Kepala Sekolah ke depannya. Menurut beliau bahwa Kepala sekolah ke depan tidak
melalui seleksi dari LPPKS (Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Kepala Sekolah). Akan tetapi ke depannya, untuk menjadi Kepala Sekolah harus sudah menjadi guru di level 3. Guru yang sukses yang tidak memiliki kesalahan konsep dan
menguasai metode scientific. Minimal kuasai 3 metode scientific yaitu discovery learning,
problem based learning dan Project Based Learning. Kuasai metode scientifik maka bisa menjadi Kepala Sekolah.
Lalu bagaimana jika tidak menguasai? Kalau tidak menguasai maka ke depan
tidak bisa menjadi kepala sekolah. Karena nanti Kepala Sekolah membimbing dan melakukan supervisi pada guru. Kalau
guru tidak terampil, maka kepala sekolah yang akan membimbing dan memberi contoh.
Selanjutnya mengenai akreditasi sekolah. Di akreditasi sekolah, lebih menonjolkan proses belajar mengajar dan upaya menciptakan iklim belajar yang kondusif. Guru wajib menghilangkan gangguan sehingga setiap siswa merdeka untuk mengembangkan potensinya. Guru merdeka berkembang, dan lakukan metode saintifik. Janganlah sampai guru yang mau menerapkan metode scientific malah dinilai jelek oleh Kepala Sekolah atau pengawas karena dinilai tidak lengkap administrasi (RPP dll).
Nanti ke depannya untuk akreditasi sekolah tidak mementingkan
administrasi dan dokumentasi. Walaupun sekolah tidak lengkap administrasi (dokumen), nilai akreditasinya bisa "A". Karena di instrument
akreditasi baru tahun 2020 jika bisa melaksanakan performance mengajar di kelas yang baik betul-betul
menguasi metode scientific maka bisa dijamin mendapatkan A.
Perbandingannya, jika instrumen yang dulu lebih ke arah administrasi dan dokumentasi. di Instrumen tahun 2020 yang dinilai
adalah performa guru tampil di kelas. Perubahan ini diistilahkan dengan Regulation based to performance based. Jadi dengan adanya instrumen baru ini (akreditasi dan PKG), maka akan memungkinkan guru untuk merdeka untuk mengembangkan diri.
Itulah beberapa hal terkait paparan yang disampaikan oleh Plt. Kepala LPMP Kalimantan Selatan.
Semoga bermanfaat !!!
Dan untuk rekan guru. Apakah anda masih tertarik (berani) untuk jadi kepala sekolah???
M. H. Pahdi
ke
Komentar
Posting Komentar