Langsung ke konten utama

KETAGIHAN LONTONG SAYUR


Kulirik jam di sudut kanan bawah layar laptopku. 5 menit lagi masuk pukul 23.00 Wita. Indikator batery laptop juga sudah berwarna hijau, pertanda bahwa perlu diisi ulang. Setelah lepas isya tadi ku pakai untuk bekerja. Tak kalah juga mataku, kantuk sudah menyerang. Mungkin karena efek begadang di malam sebelumnya masih terasa. 

Memang kemarin aku tidur pukul 2 dinihari. Setelah rapat beberapa pengurus RT di lingkungan komplek rumahku. Ku lanjutkan dengan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Dan kuakhiri dengan menulis dan memposting 1 cerita.

Subuh tadi aku dibangunkan anakku yang sulung untuk shalat. Terasa tidak terlalu mengantuk. Aneh juga, padahal aku tidur larut. Mungkin karena efek kopi yang disuguhkan saat rapat RT tadi malam terbawa hingga paginya. Ku paksakan untuk melelapkan diri setelah shalat Subuh, tapi tak bisa juga.

Beranjak aku dari kasur. Segera mandi untuk menyegarkan diri. Ku keluarkan motor dari garasi, karena istri ingin belanja ke pasar pagi ini. Jarak pasar dengan rumahku sebenarnya dekat sekali. Tapi dia ingin belanja ke komplek sebelah, katanya ada dicari. 

Ku selesaikan beberapa pekerjaan rumah. Sesekali juga ku ajak anak-anakku bercanda. Istriku datang, ternyata hari ini dia punya rencana. Memasak lontong sayur kesukaanku. Dia memang istri yang ku bilang pandai memasak. Beberapa makanan favoritku, yang dulu sering disajikan mendiang ibu. Dia juga bisa memasaknya.

Kami pun berbagi cerita. Istriku bercerita bagaimana ramainya pasar saat belanja. Seakan tak peduli dengan pandemi yang melanda. Aku pun bercerita, tentang rapat RT tadi malam dan juga hasil keputusannya. 

Sambil ku tunggu selesai lontong favoritku disiapkan istri. Ku ambil laptopku kembali. Ku ingat aku harus menyelasaikan beberapa administrasi RT. Ku hidupkan laptop, dan ku siapkan printer untuk mencetak surat pemberitahuan ke warga yang harus segera dibagi dalam beberapa hari ini.

"Lontong sudah siap..." suara istriku setengah berteriak. Dia sangat paham, kalau aku sudah fokus bekerja, maka sulit untuk menghentikannya. "Papah mau makan sekarang, atau nanti?" tanya istriku lagi. "Iya, sudah lapar. Makan sekarang saja" sahutku.

Lontong favoritku sudah siap di meja makan. Tak lupa istriku juga menyiapkan Air jeruk hangat minus gula sebagai minuman. Khusus untukku yang kolestrol kadang di atas batas normal. Beralihlah aku dari meja kerja ke meja makan. Ku lihat penampakan lontong sayur, plus lauk ikan gabus atau orang Banjar menyebutnya ikan Haruan.

Mantap.... lontong buatan istriku memang enak. Memang di Banjarmasin agak sulit menemukan lontong sayur yang pas dengan lidahku. Kadang aku harus berburu ke beberapa warung lontong hanya untuk menikmatinya. Tapi ku kira, paling tidak sampai 5 warung yang menyajikan lontong yang ku pikir sesuai dengan seleraku.

Lontong sayurku sudah hampir habis. Ku tanya sama istriku, apakah masih ada lontong sayurnya. Dia bilang masih ada. "Buat nanti, papah mau makan lontong lagi" kataku padanya. 

06/06/2020


M. H. Pahdi
     

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. lontong yg dimasak istri emang lebih enak he he

      Hapus
  3. Jadi pingin lontong sayur, pagi-pagi buat sarapan ...mantap

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo bu... datang ke rumah saya Sarapan lontong sayur he he

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"BANYAK BACA. RABUN MEMBACA, LUMPUH MENULIS"

"Kita akan mulai kuliah perdana hari senin tanggal 1 juni 2020 pukul 19.00-21.00 wib di WA group", demikian tertulis pesan di WA grup di Sabtu malam yang lalu, dikirim oleh Om Jay demikian guru blogger ini akrab disapa. Maka selesai siaran di TVRI Kalsel pukul 19.05 Wita. Bergegas aku ke Mushola TVRI untuk sholat Magrib. Setelahnya, bersegera aku menaiki motor. Sebelumnya ku pastikan untuk memakai masker terlebih dahulu. Ku lihat jam di HP, menujukkan pukul 19.15. Waktu tempuh dari Kantor TVRI Kalsel ke rumahku biasanya 30 menit. Aku harus tiba di rumah paling tidak sebelum pukul 20.00 Wita. Sudah bulat ku niatkan untuk hadir tepat waktu di ruang belajar. Bahkan, anak-anakku yang biasanya ku bawakan makanan setelah bekerja, sebelum berangkat sore tadi sudah ku beritahu. "Malam ini tidak ada pesan makanan dulu, kalau mau pesan makanan yang cepat saji saja", demikian ucapku pada mereka. Pukul 19.50 Wita aku tiba di rumah. Langsung ku masukan motor ke garasi. Anak-anak...

3 Cara Guru Membangun Optimisme di Era New Normal

Bu Erna, seorang guru dari salah satu Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin tadi sore menghubungi saya melalui obrolan WA. Beliau menanyakan apakah saya memiliki program pembelajaran berbasis alam. Bu Erna dan saya dulu pernah tergabung dalam sebuah proyek dari Unesco dan KOICA yakni program Green School. Ku sampaikan kepada beliau bahwa aku telah punya konsep, namun sulit untuk merealisasikan di tengah pandemi saat ini. Bu Erna melanjutkan bahwa dia merasa kasihan dengan murid-muridnya yang telah beberapa bulan ini telah melaksanakan BDR. Ada rasa bosan, karena tidak ada kegiatan belajar yang lebih interaktif. Beliau ingin melaksanakan pembelajaran berbasis alam yang tetap patuh protokol kesehatan. Setelah berbincang beberapa saat. Tersimpul bahwa kegiatan belajar berbasis alam sangat sulit dilakukan di era pandemi. Bukan hanya karena ada aturan kesehatan yang harus dipatuhi. Namun juga tanggung jawab lain, terutama jika ada siswa yang mendapat dampak buruk pada kesehatannya. Kegiatan bel...