Langsung ke konten utama

AGUNGNYA SI GURU AGUNG


Agung Pardini nama lengkapnya. Akrab dipanggil Guru Agung. Lahir 28 Jummadil Awwal 1441 Hijriah atau sekitaran 4 April 1981 Masehi. Aktif berkarier dalam dunia pendidikan dan gerakan sosial kemanusiaan.  Mulai sebagai pengajar di banyak lembaga pendidikan non-formal, aktif di Sekolah Guru Indonesia, aktif di Dompet Dhuafa sampai menjadi GM  Sekolah Kepemimpinan Bangsa.  

Dan pada pertemuan ke 5 kami di kelas "BELAJAR MENULIS" malam ini. Guru Agung lah yang akan menjadi pemateri. Kali ini Guru Agung akan menguraikan terkait penulisan dan penerbitan buku di bidang pendidikan dan keguruan. Dengan perspektif yang berbeda.

Guru Agung berbagi cerita terkait pengalamannya, bergabung di Dompet Dhuafa. Mengajak para guru-guru yang mengabdi di pelosok daerah untuk menulis dan berkarya. Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana.

Banyak masalah dialami. Gaya bahasa yang berbeda, tidak familiar dengan perangkat komputer terutama aplikasi pengolah kata, ketersediaan daya Listrik yang terbatas dan  ejaan yang (belum) disempurnakan. Inilah kendala yang harus dicari solusinya.

Maka dilakukanlah model pendampingan intensif, sebagai salah satu cara mengatasi. Selama kurang lebih setahun para pendamping dan relawan dengan sabar melakukan pendampingan dan juga bimbingan.

Dari kegiatan seperti inilah lahir buku-buku edukatif dan inspiratif. Untuk percetakan, semua dibiayai oleh donasi zakat yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Buku-buku tersebut tidak diperjual belikan. Namun akan dibagikan secara gratis buat guru-guru di daerah lain yang membutuhkan. Buku-buku ini ternyata dapat memberi manfaat dan masukan bagi inovasi pembelajaran di daerah lain.

Guru Agung juga bercerita. Bahwa pernah ada guru muda yang meninggal dalam tugas di penempatan. Pejuang Pendidikan Dompet Dhuafa tersebut bernama Jamilah Sampara. Sebelum meninggal dia sempat menulis cerita. "Teladan dari Ujung Kulon" judulnya. Termaktub di buku "BATU, DAUN, CINTA Teman SETIA Belajarku". Kini namanya diabadikan menjadi nama penghargaan "JAMILAH SAMPARA AWARD" bagi guru-guru terbaik Sekolah Guru Indonesia.


Ada cara unik yang diajarkan Guru Agung dan kawan-kawannya untuk mampu menulis. Yaitu dengan menulis "Jurnal Perjalanan Guru". Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di kampus Sekolah Guru Indonesia.

Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama si siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan. Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tasi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi. Semacam evaluasi dan refleksi. Menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri.

Melalui kebiasaan menulis jurnal harian ini, Guru jadi terlatih buat menulis. Tentu menulis jurnal saja tidaklah cukup, harus ada upaya lain, yakni banyak-banyak membaca. Karena kalau tidak banyak membaca, tidak akan banyak menulis. Membaca melatih kepekaan literasi para "siswa". 

Sekarang ini Guru Agung tengah membuat gerakan Transformasi Kelas Ajar dan juga mengembangkan Sepuluh Kepemimpinan Guru. Tulisan-tulisannya bisa dibaca di web SGI: www.sekolahguruindonesia.net

Ketika sessi pertanyaan, guru Agung ada menjawab satu penanya yaitu dari Pak Chandra. Apakah guru yang baik itu harus memiliki kemampuan menulis? Tanyanya. "Wajib bisa" jawab Guru Agung. "Tapi tidak harus dalam bentuk buku saja. Bisa PTK, Jurnal Penelitian, Cerpen atau Puisi, bisa juga modul, LKS, atau mungkin Kumpulan Bank Soal. Guru wajib literat, bahkan multiliterat, apapun bentuk tulisannya". Lanjutnya.

Simpul materi disampaikan Guru Agung di terakhirnya, yaitu
  1. Merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
  2. Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.
  3. Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada".
Sungguh agung dan mulia apa yang dilakukan Guru Agung dan para pejuang di Dompet Dhuafa. Menggalang dana umat untuk saling peduli dan berbagi. Memberi edukasi, motivasi dan inspirasi ke seluruh penjuru negeri. 

11/06/2020


M. H. Pahdi



Komentar

  1. manjurr pak, matap bujur, salam ulun dari samarinda keturunan Banjar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Inggih bu... Trimakasih banyak. Salam juga untuk bubuhan Keluarga Banjar di Samarinda

      Hapus
  2. Fotonya kreatif banget pak...mantul👍

    BalasHapus
  3. Bagus banar tulisan pian. Salam kenal sesama urang banjar. Ulun orang Martapura..

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. tulisannya bagus sekali....sukses terusss

    BalasHapus
  6. gambar2nya bagus pak...
    pengin belajar jg

    BalasHapus
  7. Mantap isinya, layoutnya bagus...
    Bapak Banjarmasin kah? saya sering ke Sei Lulut

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"BANYAK BACA. RABUN MEMBACA, LUMPUH MENULIS"

"Kita akan mulai kuliah perdana hari senin tanggal 1 juni 2020 pukul 19.00-21.00 wib di WA group", demikian tertulis pesan di WA grup di Sabtu malam yang lalu, dikirim oleh Om Jay demikian guru blogger ini akrab disapa. Maka selesai siaran di TVRI Kalsel pukul 19.05 Wita. Bergegas aku ke Mushola TVRI untuk sholat Magrib. Setelahnya, bersegera aku menaiki motor. Sebelumnya ku pastikan untuk memakai masker terlebih dahulu. Ku lihat jam di HP, menujukkan pukul 19.15. Waktu tempuh dari Kantor TVRI Kalsel ke rumahku biasanya 30 menit. Aku harus tiba di rumah paling tidak sebelum pukul 20.00 Wita. Sudah bulat ku niatkan untuk hadir tepat waktu di ruang belajar. Bahkan, anak-anakku yang biasanya ku bawakan makanan setelah bekerja, sebelum berangkat sore tadi sudah ku beritahu. "Malam ini tidak ada pesan makanan dulu, kalau mau pesan makanan yang cepat saji saja", demikian ucapku pada mereka. Pukul 19.50 Wita aku tiba di rumah. Langsung ku masukan motor ke garasi. Anak-anak...

3 Cara Guru Membangun Optimisme di Era New Normal

Bu Erna, seorang guru dari salah satu Sekolah Dasar di Kota Banjarmasin tadi sore menghubungi saya melalui obrolan WA. Beliau menanyakan apakah saya memiliki program pembelajaran berbasis alam. Bu Erna dan saya dulu pernah tergabung dalam sebuah proyek dari Unesco dan KOICA yakni program Green School. Ku sampaikan kepada beliau bahwa aku telah punya konsep, namun sulit untuk merealisasikan di tengah pandemi saat ini. Bu Erna melanjutkan bahwa dia merasa kasihan dengan murid-muridnya yang telah beberapa bulan ini telah melaksanakan BDR. Ada rasa bosan, karena tidak ada kegiatan belajar yang lebih interaktif. Beliau ingin melaksanakan pembelajaran berbasis alam yang tetap patuh protokol kesehatan. Setelah berbincang beberapa saat. Tersimpul bahwa kegiatan belajar berbasis alam sangat sulit dilakukan di era pandemi. Bukan hanya karena ada aturan kesehatan yang harus dipatuhi. Namun juga tanggung jawab lain, terutama jika ada siswa yang mendapat dampak buruk pada kesehatannya. Kegiatan bel...